Acara resepsi pun telah digelar selepas ijab qobul. Saat ini aku dan Umi berada di ruang tengah ikut serta membatu menyiapkan makanan dan jajanan untuk disajikan kepada para tamu undangan.

“Nduk, sampean calonnya Gus Hamam yo?” tanya ibu-ibu yang sepertinya sepantaran Umi. Beliau sedang duduk di depanku yang bersekat meja.

“Emm, mbo_” jawabanku terhenti kala ada seseorang yang menyelanya.

“Nggeh, Bu Lek,” jawab Gus Hamam yang tiba-tiba datang dari arah pintu samping.

Seketika aku membulatkan mata, jawaban Gus Hamam sungguh membuatku terkesiap. Beliau menatapku sambil tersenyum tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Tampak dari ekor mataku, Umi yang berada di sampingku pun menyunggingkan sebuah senyuman.

“Wah, ayune. Sopo jenenge Nduk?” ungkapnya dengan raut wajah sumringah.

( Wah, cantiknya. Siapa namanya Nduk? )

“Maira, Bu,” jawabku sambil tersenyum kikuk.

“Panggil Bu Lek aja seperti Hamam. Dia itu ponakkanku, Nduk.”

“Nggeh, Bu Lek,” jawabku terbata.

Lantunan sholawat mengiringi acara resepsi ini dengan meriah. Ning Hasna terlihat sangat cantik memakai gaun warna maroon yang menjuntai panjang. Sungguh, kecantikannya bak bidadari yang turun dari surga.

Siapa yang mampu menolak pesona Ning Hasna? Bahkan jika aku laki-laki pun akan tertarik pada pandangan pertama. Senyum kebahagiaan terpancar jelas dari raut kedua mempelai. Meskipun nampak ada senyuman keterpaksaan di pengantin laki-lakinya.

Kini aku beralih ke Ruang tamu, Aku tersenyum kecut memperhatikan sang pengantin dari celah jendela kaca pada ruang tamu ini. Tak mau lama-lama melihat mereka, aku pun mengedarkan pandangan ke arah lain. Aku melihat Gus Hamam di luar sedang bersendau-gurau kepada para tamu. Mungkin mereka temannya atau bahkan masih kerabatnya.

***

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *