
Setelah zuhur acara pun selesai karena resepsi tadi pagi dimulai pada pukul sembilan. Sebagian para tamu undangan juga sudah meninggalkan tenda. Dan Saat ini tinggal acara sesi poto-poto.
“Mai, ikut poto, ayo,” titah Umi.
Untuk kesekian kalinya, aku tak bisa menolak titah Umi. Aku kira hanya dengan Umi saja, tapi Abah Yai dan Gus Hamam Pun ikut berpose dalam poto tersebut.
Jangan tanya hatiku saat ini. Karena mungkin sudah hancur lebur bak diterjang angin topan, lalu berterbangan. Entah bagaimana hati itu akan kembali dalam bentuk semula. Aku berdiri di samping Ning Hasna dan Umi Ma’summah. Sedangkan Gus Hamam di samping Kak Nuafal dan Abah Kyai.
Allah …. Ternyata pura-pura bahagia itu sangat menyakitkan. Apalagi bibir ini harus menyunggingkan senyuman termanis di atas luka hati yang memenjara jiwa.
“Selamat ya Ning, semoga selalu dalam kebahagiaan. Sakinah, mawadah warahmah. Aamiin,” ucapku sedikit bergetar sambil memeluk Ning Hasna.
“Makasih Mbak, Gus kapan di halalin,” ucap Ning Hasna sambil mengurai pelukanku dan menggenggam kedua tanganku.
“Secepatnya, doakan ya,” jawab Gus Hamam.
Gus Hamam yang berdiri di sampingku seakan tanpa beban melontarkan kalimat itu. Sekilas aku melirik Kak Naufal yang tampak terkejut akan pengakuan Gus Hamam.
“Selamat ustaz, semoga bahagia,” ucapku pelan sambil menunduk saat berada di depan Kak Naufal. Sungguh, aku tak mampu untuk menatapnya. Tanpa menunggu jawaban Kak Naufal aku segera melenggang pergi. Tak lupa sebelumnya meletakkan kotak kado yang kubawa di atas tumpukan kado lain yang berada di meja. Seketika itu juga air mataku luruh membasahi pipi ini.
“Mai.”
Aku mengabaikan panggilan Gus Hamam yang memanggilku berkali-kali. Kaki ini terus melangkah keluar dan menjauh dari tenda. sepertinya beliau mengikutiku. Langkahku berhenti saat sudah sampai di parkiran mobil. Kini aku dan Gus Hamam saling berhadap-hadapan dengan jarak kurang lebih satu meter.
“Gus. Sakit,” lirihku dalam Isak tangis pilu. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan.
“Menangislah, Mbak. Karena menagis bisa mengurai rasa sakit yang tak bisa lagi diucapkan dengan kata-kata,” ucap Gus Hamam.
Tuhan …. Tolong hapuslah rasa ini agar aku bisa melangkah tanpa beban. Ajari aku cara terbaik untuk melupakannya.
Ajari aku cara melepas bayang-bayang akan semau kenangan indah bersamanya. Ajari aku cara mengacuhkan hadirnya yang tersimpan rapi dalam ingatan. Agar hati bisa mengikhlaskan dan melangkah ke depan dengan lapang.
***
Bersambung ….