Daftar Isi: [Sembunyikan] [Tampilkan]

Karier politik di Kerajaan Singhasari

Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya mengisahkan Arya Wiraraja semula menjabat sebagai rakryan demung sedangkan Babad Pararaton dan “Kidung Ronggolawe” menjelaskan bahwa jabatannya adalah “Babatangan” yang berarti tukang ramal atau bisa ditafsirkan sebagai “Penasehat Kenegaraan” pada masa pemerintahan Kertanagara di Singhasari. Arya Wiraraja merupakan tokoh muda Singhasari yang terbilang cemerlang, karena di usia 30-an ia sudah menduduki jabatan sebagai “penasehat raja”.

Di kerajaan Singhasari sendiri, terdapat konflik intern yang sangat parah yang diwariskan sejak masa pemerintahan Ken Arok yang merupakan pendiri Kerajaan Singhasari.
Ada dua Wangsa yang bertentangan ketika itu yaitu : Wangsa Rajasa (keturunan Ken Dedes- Ken Arok) dan Wangsa Sinelir (keturunan Ken Dedes- Tunggul Ametung). Arya Wiraraja pada waktu itu termasuk seorang pendukung dari Wangsa Rajasa karena merupakan seorang murid politik dari Narasinghamurti.

Dalam perkembangan politik dalam Kerajaan Singhasari selanjutnya setelah wafatnya Raja Wisnuwardhana, putranya yang bernama Sri Kertanegara naik takhta pada tahun 1269 M.
Raja Kertanegara mempunyai kebijakan politik untuk menundukkan kerajaan sekitarnya atau dikenal dengan “Doktrin Drnnyawipantara”
yang akan meluaskan wilayahnya ke Jawa dan Sumatera.

Raja Kertanegara kurang menyukai peran dari Wangsa Rajasa dan kemudian menyingkirkan beberapa pejabat, baik diturunkan pangkatnya seperti Pendeta Santasmerthi, dari pendeta Kerajaan Singhasari kemudian menyingkir ke daerah pegunungan, Patih Mpu Raganatha dari jabatan Mahapatih menjadi Adhyaksa atau Jaksa dan Tumenggung Wirakerti.

Sejarah dunia:
Sedangkan Banyak Wide sebenarnya dinaikkan pangkatnya namun dipindahkan dari jauh pusat kerajaan menjadi “Adipati” di Songeneb atau yang sekarang dikenal dengan nama Sumenep. Pemindahan secara besar-besaran ini terjadi pada tahun 1269 Masehi di mana Banyak Wide kemudian memperoleh gelar “Arya Wiraraja” yang berarti “pemimpin yang berani”.

Namun penurunan pangkat dan pemindahan ini tidak menjadikan Wangsa Rajasa tercerai berai. Mantan Patih Raganatha merupakan penasehat utama yang mengamati keadaan
di ibukota, sedangkan Arya Wiraraja bertugas memantau perkembangan dari luar.
Secara perlahan-lahan Arya Wiraraja juga dapat membangun Kadipaten Songeneb menjadi sebuah pelabuhan dagang yang penting dan membawa kemajuan besar bagi perekonomian daerah ini yang tandus.

Dalam perkembangan yang selanjutnya, Raja Kertanegara juga semakin bernafsu mengirim tentara ke luar Singhasari misalnya pada tahun 1275 mengirim “Ekspedisi Pamalayu” yang dipimpin oleh Kebo Anabrang, di mana pasukan Singhasari berusaha menundukkan kerajaan Melayu Dharmasraya dan kemudian menolak untuk mengakui kemaharajaan Mongol Tartar di tanah Jawa. Arah kebijakan luar negeri yang semakin ekspansif ini menyebabkan pertentangan politik intern Singhasari semakin memanas.

Dua Wangsa yang selama ini bertentangan saling mempersiapkan kelemahan lawan. Menurut Prasasti Mula Malurung yang dikeluarkan oleh raja Wisnu wardhana (ayah raja Kertanegara), Jayakatwang sendiri merupakan keponakannya yang kemudian di jadikan menantunya yaitu dikawinkan dengan putrinya yang bernama Nararya Turuk Bali dan diberi wilayah di Wurawan. Setelah pemerintahan raja Kertanegara sendiri Jayakatwang yang merupakan adik ipar raja Kertangara diangkat menjadi raja bawahan yang berkuasa di Daha yang merupakan kerajaan bawahan Singhasari yang paling penting. Demikian juga putra dari Jayakatwang ini yang bernama Nararya Ardharaja dijadikan menantu.

Ketika kerajaan Singhasari masih dalam suasana pertentangan melawan kerajaan Mongol Tartar, pada tahun 1292 Masehi terjadi kudeta berdarah yang menewaskan raja Kertanegara tersebut. Ini adalah suatu “blank spot” dalam sejarah di mana tiba-tiba Raden Wijaya dari wangsa Rajasa melarikan diri ke madura dan menemui penasehatnya yaitu Arya Wiraraja di Sumenep. Menurut Babad Pararaton Arya Wiraraja mengetahui kalau Jayakatwang bupati Gelang-Gelang berniat memberontak, untuk membalas kekalahan leluhurnya, yaitu Kertajaya raja terakhir Kadiri yang digulingkan oleh Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel atau Singhasari. Wiraraja pun mengirim surat melalui putranya yang bernama Wirondaya, yang berisi saran supaya Jayakatwang segera melaksanakan niatnya, karena saat itu sebagian besar tentara Singhasari sedang berada di luar Jawa. Tetapi dalam buku sejarah terbaru karangan Mansur Hidayat, dimungkinkan bahwa Jayakatwang yang merupakan orang terdekat raja Kertanegara merupakan “korban politik” dari lawan-lawannya yaitu Wangsa Rajasa yang kemudian gagal mengambil alih kerajaan dan kemudian memanfaatkan kedatangan pasukan asing Mongol Tartar menyerang tanah Jawa.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *