
Akhir Kemerdekaan Lamajang Tigang Juruatau Majapahit Timur
Ketika mendengar salah satu putranya gugur melawan kerajaan majapahit, ia sebagai ayah sangat sedih dan oleh karenanya mempersiapkan benteng pertahanan di ibu kotanya Lamajang. Ibu kotanya itu bernama Arnon dan sekarang dikenal sebagai Situs Biting yang berada dalam wilayah desa bernama “Kutorenon”. Kutorenon sendiri dalam bahasa jawa kuno berarti, “Kuto itu artinya kota berbenteng” dan “Renon berasal dari kata Renu artinya marah”. Jadi Kutorenon sendiri berarti kota yang dibangun karena marah. Nah dari sinilah awal ketidak cocokan 2 kerajaan besar di tanah Jawa yaitu Majapahit dan Lamajang Tigang Juru. Namun selagi ada Arya Wiraraja, wilayah Lamajang ini tidak berani disentuh oleh Majapahit. Arya Wiraraja atau Prabu Menak Koncar I meninggal dan diperabukan di ibu kota Arnon dan sekarang tempat ini dikenal sebagai Makam/ Petilasan Arya Wiraraja di Dusun Biting, Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang.
Baru setelah Arya Wiraraja meninggal pada tahun 1316 Masehi dan Nambi yang merupakan Maha Patih Majapahit sebagai salah satu putranya sedang menengok ke Lumajang disertai 7 pembesar utama kerajaan difitnah oleh Mahapati dan raja Jayanagara sebagai pengganti Raden Wijaya.
Pararaton menyebutkan pada tahun 1316 terjadi pemberontakan Nambi di Lumajang terhadap Jayanagara raja kedua Majapahit. Kidung Sorandaka mengisahkan pemberontakan tersebut terjadi setelah kematian ayah Nambi yang bernama Pranaraja. Sedangkan, Pararaton dan Kidung Harsawijaya menyebut Nambi adalah putra Wiraraja. Menurut prasasti Kudadu (1294) Pranaraja tidak sama dengan Wiraraja.
Berdasarkan analisis Slamet Muljana menggunakan bukti prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan (dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, 1979), Wiraraja lebih tepat sebagai ayah Ranggalawe daripada ayah Nambi. (Lihat Ranggalawe)[3]
Menurut analisis Mansur Hidayat, salah seorang penulis Arya Wiraraja dan kerajaan Lamajang Tigang juru, bahwa istilah “pemberontakan” semestinya diganti karena pada masa tersebut, Nambi difitnah dan tidak pernah mau memberontak. Demikian juga kerajaan Lamajang Tigang Juru sebagai hasil dari Perjanjian Sumenep antara Arya Wiraraja dan Raden wijaya pada tahun 1292 Masehi merupakan negara yang sah. Jadi penyerangan Majapahit ke Lamajang sepeninggal Arya Wiraraja yang sangat disegani adalah ekpansi yang kemudian menimbulkan perlawanan terus menerus. Setelah kejatuhan Lamajang pada tahun 1316 Masehi, telah menyebabkan perlawanan di kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan (Panarukan) yang kemudian dikenal sebagai Perang Sadeng dan Ketha. Demikianpun ketika Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling daerah Lamajang pada tahun 1359 Masehi tidak berani singgah di bekas ibu kota Arnon (Situs Biting). Malah perlawanan daerah timur kembali bergolak ketika adanya perpecahan Majapahit menjadi barat dan timur dengan adanya “Perang Paregreg” pada tahun 1401-1406 Masehi.