Matanya berpencar mencari sesosok lelaki berjas putih, tapi tak kunjung ketemu, keruang tamu, ke dapur, bahkan ke halaman rumah yang masih ramai orang membereskan bekas acara.

“Cari siapa ning? ” Tanya seorang lelaki bersarung cokelat.

“Itu, si Jalal, Jalal siapa sih namanya, Jalangkung! “

“Disini dia, ning! ” Deg, Nafisah menoleh kebelakang, menemukan sosok yang sedang ia cari sedang berdiri dengan muka datar. Badan lelaki itu jauh lebih tinggi dari Nafisah, dia harus mendongak untuk bisa melihat wajah kearaban itu dengan jelas.

“Kenapa kaget? ” Tanyanya melihat Nafisah yang membungkam mulut dengan kedua tangan. Saat lelaki bernama Jalal itu hendak mengatakan sesuatu, dia malah berlari meninggalkannya sendiri.

“Nanti kalo dia marah gimana ya, kalo dia bilang ummi, pasti aku dimarahi. ” Katanya dalam hadi di dalam kamar sambil mengganti kebaya dan kerudung yang amat menyesakkan. Dia menggantinya dengan kaos pink berlengan pendek kedodoran yang sudah resmi menjadi kaos kebangsaan. Ditambah dengan sarung batik gloyor yang dia kenakan setinggi dengkul, jika sedang bersantai dikamar dia selalu memakai style seperti itu, agar tidak ribet dan kegerahan. Saat sedang sibuk menghapus make up, sebuah langkah terdengar.

“San, tau nggak, tadi ya, aku itu nyariin si Jalal itu, terus ada yang tanya aku cari siapa, ya tak jawab aku nyari si jalangkung, eh taunya dia yang nanya, tak kira kang-kang, ternyata dia, kalo ummi tau pasti marah besar, San. Kan kamu tau, aku orangnya begini, ya gimana lagi, aku keceplosan tadi, tapi emang kaya jalangkung ya dia, dateng nggak diundang pulang nggak dianter…. “

“Ehm.. ” Sebuah deheman berhasil membuatnya menunduk menutup mulut. Dia sama sekali tak berani menoleh, setiap ummi berdehem pasti setelahnya akan marah besar.

“Ummi.. ” Suara Jalal membuatnya menoleh.

“Oh nak Jalal, ini si Nafis disini, ummi kira dia kabur kemana. ” Kata ummi kemudian meninggalkan kamar, dari sorot matanya pasti ummi akan meluapkan amarah nanti disaat yang sangat tepat. Setidaknya Nafisah sedikit lega, meskipun harus menunggu saat dia dimarahi ummi.

“Alhamdulilah… ” Lirihnya dengan make up yang sebelah sudah terhapus dan sebelah belum. Mendapati Jalal yang menatapnya dengan wajah datar, Nafisah membalikkan badan kemudian menunduk menggigit bibir.

“Bersihkan dulu yang sebelah, baru nanti keluar, kita makan, kalo nggak ummi duko. ” Lirihnya kemudian beranjak keluar. Nafisah bernafas lega, buru-buru dia menghapus make up nya.

“Astaghfirullahalazim! ” Teriaknya bersedekap, dia melihat penampilannya dengan rambut berantakan, kaos pendek, dan sarung cingkrang. Wajahnya memerah, terlihat sangat malu, kenapa dia sampai lupa sekarang jika sekarang sudah bersuami.

***

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *